Friday, March 11, 2016

Tantangan MSDM Kekinian

Mind Maps







Abstrak

Organisasi yang baik memiliki kemampuan bertahan dan bertumbuh secara terus menerus tanpa lekang dimakan waktu dan perkembangan jaman. Oleh sebab itu setiap organisasi memiliki, menjalankan Misi dan mencapai Visinya.
Misi menyatakan makna keberadaan organisasi dan Visi adalah gambaran organisasi yang hendak dicapai di masa depan. Organisasi berkembang, bertumbuh bahkan hidup dan mati pun sangat tergantung dari Sumber Daya Manusia di dalamnya sebagai sebuah bagian yang sangat penting dan tidak terpisahkan.

Model Dasar Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM)

Manajemen SDM dilaksanakan tidak hanya terbatas pada organisasi yang berorientasi keuntungan, tetapi juga pada berbagai bentuk organisasi lainnya seperti yayasan (sosial), lembaga kemasyarakatan dan swadaya (LSM) dan departemen pemerintah.
Menurut Robert L. Mathis & Jackson John H., pengertian manajemen sumber daya manusia adalah rancangan sistem-sistem formal dalam sebuah organisasi untuk memastikan penggunaan bakat manusia secara efektif guna mencapai tujuan organisasi. Dari hal tersebut diketahui bahwa Manajemen SDM memiliki sasaran adalah efektifitas organisasi yang merupakan pusat intisari aktivitas-aktivitas SDM. Tujuan mendasar pemanfaatan bakat manusia melalui Manajemen SDM secara berurutan dan saling mempengaruhi adalah merekrut (acquiring), mengembangkan (developing) dan memelihara (maintaining) dalam upaya agar organisasi berjalan efektif dalam mencapai tujuannya. Sebagai contoh pada perekrutan manajer (acquiring) akan mempengaruhi pengembangan kompetensi dan evaluasi kinerjanya (developing) serta upah dan kesejahteraannya (maintaining).

Efektivitas Organisasi

Organisasi yang efektif adalah organisasi yang memiliki kapabilitas untuk menjalankan misi dan mencapai visinya. Kemampuan organisasi untuk hal tersebut dibangun berdasarkan faktor-faktor kapabilitas organisasi. Faktor-faktor tersebut adalah :

  1. Faktor strategi memberikan arah organisasi melalui aktivitas perencanaan strategis yang meliputi penetapan visi, misi, nilai-nilai, sasaran strategis, pengembangan strategi beserta implementasi dan evaluasinya.
  2. Faktor struktur organisasi merumuskan struktur yang paling efektif dan efisien untuk mencapai sasaran organisasi melalui strukturnya.
  3. Faktor sistem dan proses merupakan aktivitas-aktivitas untuk memberikan nilai kepada pelanggan organisasi untuk mencapai sasaran organisasi, melalui bisnis proses, value chain serta pengembangannya melalui merger dan akuisisi.
  4. Faktor personel mendukung organisasi dengan mengelola kontribusi personel bagi organisasi melalui strategi SDM.
  5. Faktor budaya mempengaruhi perilaku individu dalam kontribusinya bagi organisasi untuk mencapai tujuannya melalui penciptaan budaya perusahaan.
  6. Faktor etika berupaya memastikan pencapaian sasaran organisasi dengan cara yang etis sehingga berdampak positif bagi pencapaian sasaran jangka panjang melalui implementasi Good Coorporate Governance (GCG).
  7. Faktor minimalisasi risiko berupaya mengurangi dampak risiko yang berpotensi menghalangi dan menghambat pencapaian sasaran organisasi melalui manajemen risiko.
Kebanyakan organisasi tidak mengimplementasikan seluruh faktor-faktor kapabilitas tersebut. Faktor-faktor kapabilitas organisasi secara umum saling mempengaruhi efektifitas organisasi. Proses perubahan budaya perusahaan dapat mempengaruhi struktur organisasi, personel, sistem dan proses serta etika bisnis.

Budaya Perusahaan

Pengertian budaya adalah satu set nilai, penuntun, kepercayaan, pengertian, norma, falsafah, etika, dan cara berpikir. Budaya pada suatu lingkungan, sangat besar pengaruhnya terhadap pembentukan pribadi di dalam lingkungan tersebut. Organisasi adalah sebuah lembaga yang terdiri dari banyak personel yang merupakan individu yang berasal dari latar belakang yang berbeda, yaitu lingkungan, agama, pendidikan, dll. Sehingga dapat disimpulkan bahwa organisasi terdiri dari individu dengan kultur bawaan yang berbeda-beda. Organisasi memiliki budaya yang dirumuskan oleh para pendiri dan top manajemen dan dianut oleh setiap bagian organisasi.
Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh pakar Harvard Business School, yaitu Prof. DR. John Kottler dan Prof. DR. Janes Heskett, bahwa terdapat korelasi positif di antara penerapan budaya organisasi dengan prestasi yang dicapai oleh organisasi dalam jangka waktu yang cukup panjang.
Budaya organisasi dapat membantu organisasi dalam mencapai kesuksesannya. Hal tersebut menjadikan organisasi perlu menanamkan nilai-nilai yang sama pada setiap personel atau SDM-nya. Kebersamaan dalam menganut budaya atau nilai-nilai yang sama menciptakan rasa kesatuan dan percaya dari masing-masing personel/SDM sehingga akan tercipta lingkungan kerja yang baik dan sehat. Lingkungan seperti ini dapat membangun kreativitas dan komitmen yang tinggi dari para personel/SDM di dalamnya sehingga pada akhirnya mampu mengakomodasi perubahan dalam organisasi ke arah yang positif.

Perbedaan Generasi di Tempat Kerja

Perbedaan generasi dalam beberapa tahun terakhir ramai diperbincangkan dalam pengelolaan Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) terutama fenomena munculnya Generasi Y (Gen-Y). Gen Y merupakan sebutan untuk generasi yang lahir pada tahun 1981-1999. Generasi dengan kisaran usia 15 – 34 tahun menjadi penting keberadaannya karena merupakan orang-orang yang akan atau baru memasuki dunia kerja serta para profesional muda. Gen X adalah sebutan untuk generasi yang lahir pada tahun 1966 sampai dengan 1980 dan Baby Boomers adalah generasi yang lahir antara tahun 1946 sampai dengan 1965.
Di Indonesia, terdapat lebih dari 80 juta Gen-Y pada tahun 2010 dan diperkirakan akan meningkat menjadi 90 juta pada tahun 2030 yang berarti sepertiga masyarakat Indonesia adalah Gen Y.
Gen-Y, Gen-X dan Baby Boomers hingga saat ini merupakan bagian dari personel/SDM di setiap organisasi. Ketiga generasi primer ini tentunya bekerja dengan karakteristik, nilai diri, dan etika kerja yang berbeda. Bukti-bukti perbedaan ini dapat dilihat melalui keluhan-keluhan yang biasa mencuat di kantor seperti, “Susah diatur”, “Kurang ajar”, atau “Sibuk dengan gadget.”
Saat ini, Gen-X dan Baby Boomers sebagian besar berada dalam fase menduduki jabatan manajer menengah hingga top manajemen. Keluhan-keluhan Gen X dan Baby Boomers muncul sejak Gen-Y “mewabah” di setiap organisasi sehingga menimbulkan tantangan bagi para manajer tersebut.

Peran MSDM Kekinian

Perkembangan organisasi di masa depan sangat ditentukan oleh peran Gen-Y. Namun, dengan perbedaan nilai-nilai dasar tersebut, manajemen yang rata-rata adalah Gen-X dan sebagian Baby Boomers sudah tidak bisa lagi mengaplikasikan gaya kepemimpinan tradisional, di mana hanya berfungsi sebagai pengalokasi sumber daya dan pengawas kerja.
Perbedaan generasi di tempat kerja atau organisasi dengan pengaruhnya terhadap budaya organisasi tidak boleh dianggap sebagai permasalahan, tetapi sebagai kesempatan bagi organisasi untuk bergerak semakin progresif dan inovatif. Pengelolaan informasi dan tingkat percaya diri yang tinggi adalah modal dasar para millennials (sebutan bagi Gen Y) untuk merancang berbagai inovasi dengan jiwa entrepreneurship yang mungkin tidak dimiliki oleh Gen-X maupun Baby Boomers.
Manajemen Sumber Daya Manusia dalam menghadapi tantangan sebagai suatu kesempatan dalam menciptakan lingkungan kerja yang positif yaitu suasana kerja yang terbuka, nyaman, aman, bertanggung jawab dan berkeadilan bagi seluruh personelnya.
Lingkungan kerja yang positif tidak terlepas dari pengaruh para manajer karena peran pengelolaan personel sehari-hari berada di tangan mereka. Para manajer menjadi sumber motivasi sekaligus demotivasi personel. Memiliki manajer yang dapat menjadi sumber motivasi menjadi aset organisasi yang berharga untuk menggerakkan kontribusi personel-personel terbaik organisasi.Ketidakpuasan terus-menerus terhadap atasannya akan menyebabkan personel-personel terbaik mengundurkan diri dari organisasi dengan berbagai alasan.
Survei menunjukkan, 51% Gen-Y membutuhkan sosok pemimpin yang dapat menjadi coach/mentor bagi perkembangan kemampuan dan karirnya. Sebagai coach, Gen-X dan sebagian Baby Boomers harus mengambil peran sebagai motivator, problem solver, inspirator, sekaligus pengarah Gen-Y untuk aktivitas kerjanya. Hubungan antara manajer Gen-X dan sebagian Baby Boomers dengan bawahan Gen-Y pun tidak lagi vertikal berbasis pada jabatan, melainkan horisontal. Gen-X dan sebagian Baby Boomers harus bisa menjadi teman berdiskusi untuk Gen-Y terhadap masalah pekerjaan maupun pribadi. Gen-X sebagian Baby Boomers juga harus lebih fleksibel untuk tidak selalu menjadi pengawas pekerjaan. Dengan diberikannya otonomi dan kepercayaan dalam bekerja, Gen-Y justru menjadi lebih termotivasi dan produktif.

Kesimpulan

Menjadi hal penting membekali para manajer dalam pengetahuan dan keterampilan mengelola dan memberdayakan personelnya, seperti :

  • Menetapkan sasaran kinerja yang jelas
  • Memberikan perlakuan yang adil dan terbuka bagi setiap bawahan
  • Memberikan kewenangan dan fasilitas bekerja
  • Memberikan pengakuan atas pencapaian kinerja bawahan
  • Mendorong pembelajaran dan memfasilitasi karyawan untuk mengikuti pelatihan
  • Memberikan kesempatan untuk berkembang dan dipromosikan.
  • Mampu bertindak tegas, memberikan bimbingan dan memberikan sanksi disiplin serta menindaklanjuti pelanggaran hukum personelnya.
Hal tersebut pada akhirnya bertujuan untuk menciptakan lingkungan kerja yang positif dalam rangka mewujudkan produktifitas personel dan efektifitas organisasi dalam melaksanakan misinya dan mencapai visinya di masa yang akan datang.

Daftar Pustaka



No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.