Thursday, June 23, 2016

Peningkatan Kepuasan Kerja


Abstrak
Kepuasan kerja merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk mendapatkan hasil kerja yang optimal. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi mempunyai sikap positif terhadap pekerjaanya, dan seseorang yang tidak puas dengan pekerjaannya akan mempunyai sikap negatif terhadap pekerjaan tersebut. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaanya. Hal ini terlihat melalui sikap positif karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan pekerjaannya. Oleh karena itu, kepuasan dalam bekerja akan membuat karyawan berupaya semaksimal mungkin dengan segenap kemampuan yang dimilikinya untuk menyelesaikan tugas pekerjaannya, sehingga prestasi kerja dengan mudah dapat tercapai.


Pendahuluan
Teori Kepuasan Kerja
Husain Umar  ( 2008 : 213 ), menyatakan bahwa ”Kepuasan kerja adalah perasaan dan penilaian seorang atas pekerjaannya, khususnya menegenai kondisi kerjanya, dalam hubungannya dengan apakah pekerjaannya mampu memenuhi harapan, kebutuhan, dan keinginannya”
Menurut  Marihot Tua Effendi Hariandja  (2009:290) berpendapat   bahwa ”Kepuasan kerja adalah merupakan salah satu elemen yang cukup penting dalam organisasi. Hal ini di sebabkan kepuasan kerja dapat mempengaruhi perilaku kerja seperti malas, rajin, produktif, dan lain – lain, atau mempunyai hubungan beberapa jenis perilaku yang sangat penting dalam organisasi”
Menurut T.Hani Handoko ( 2007:193 ), menyatakan bahwa ” Kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dimana para karyawan memanadang pekerjaan mereka”
Dari definisi – definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah keadaan psikis yang menyenangkan yang dirasakan oleh pekerja dalam suatu lingkungan pekerjaan karena terpenuhinya kebutuhan secara memadai.
Menurut A. A. Prabu Mangkunegara (2009:117), berpendapat bahwa ada lima teori kepuasan kerja, antara lain :
  1. Teori keseimbangan: teori ini dikemukakan oleh Wexley dan yukl, mengaatakan bahwa semua nilai yang diterima pegawai yang dapat menunjang pelaksanaan kerja. Misalnya, pendidikan, pengalaman, skill, usaha, perlatan pribadi, dan jam kerja.
  2. Teori perbedaan: teori ini pertama kali dipelopori oleh Proter yang berpendapat bahwa mengukur kepuasan dapat dilakukan dengan cara menghitung selisih anatara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan pegawai. Sedangkan Locke megemukakan bahwa kepuasan kerja pegawai bergantung pada perbedaan antara apa yang didapat dan apa yang diharapkan oleh pegawai.
  3. Teori pemenuhan kebutuhan: menurut teori ini, kepuasan kerja pegawai bergantung pada terpenuhi atau tidaknya kebutuhan pegawai. Pegawai akan meras puas apabila ia mendapatkan apa yang dibutuhkannya. Makin besar kebutuhan pegawai terpenuhi, makin puas pula pegawai tersebut. Begiti pula sebaliknya apabila kebutuhan pegawai tidak terpenuhi , pegawai akan merasa tidak puas.
  4. Teori pandangan kelompok: menurut teori ini, kepuasan kerja pegawai bukanlah bergantung pada pemenuhan kebutuhan saja, tetapi sangat bergantung pada pandangan dan pendapat kelompok yang oleh para pegawai dianggap sebagai kelompok cuan. Kelompok acuan tersebut dijadikan tolak ukur untuk menilai dirinya maupun lingkungannya. Jadi, pegawai akan lebih merasa puas apabila hasil kerjanya sesuai dengan minat dan kebutuhan yang diharapkan oleh kelompok acuan.
  5. Teori dua faktor: teori ini dikembangkan oleh Frederick Herzberg yang menggunakan teori A. Maslow sebagai acuannya dimana Hezberg melakukan wawancara terhadap subjek insinyur dan akuntan. Masing – masing subjek diminta menceritakan kejadian yang dialami oleh mereka baik yang menyenangkan ( memberikan kepuasan ) maupun yan tidak menyenangkan atau tidak memberikan kepuasan. Kemudian dianalisis dengan analisis isi ( content analisis ) untuk menentukan faktor – faktor yang menyebabkan kepuasan atau ketidak puasan.

Indikator Kepuasan Kerja
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Menurut Robbins (2002:36), kepuasan kerja karyawan dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain : pekerjaan yang menantang, penghargaan, kondisi lingkungan kerja dan hubungan interpersonal.
  1. Kerja yang menantang secara mental. Pada umumnya individu lebih menyukai pekerjaan yang memberi peluang untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan serta memberi beragam tugas, kebebasan dan feedback tentang seberapa baik pekerjaanya. Hal ini akan membuat pekerjaan lebih menantang secara mental. Pekerjaan yang kurang menantang akan menciptakan kebosanan, akan tetapi yang terlalu menantang juga dapat menciptakan frustasi dan perasaan gagal. 
  2. Penghargaan yang sesuai. Karyawan menginginkan sistem bayaran yang adil, tidak ambigu, dan selaras dengan harapan karyawan. Saat bayaram dianggap adil, dalam arti sesuai dengan tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individual, dan standar bayaran masyarakat, kemungkinan akan tercipta kepuasan. 
  3. Kondisi kerja yang mendukung. Karyawan berhubungan dengan lingkungan kerjanya untuk kenyamanan pribadi dan kemudahan melakukan pekerjaan yang baik. Yang termasuk didalamnya seperti tata ruang, kebersihan ruang kerja, fasilitas dan alat bantu, temperatur, dan tingkat kebisingan.
  4. Kolega yang suportif. Individu mendapatkan sesuatu yang lebih daripada uang atau prestasi yang nyata dari pekerjaan tetapi karyawan juga memenuhi kebutuhan interaksi sosial. Perilaku atasan juga merupakan faktor penentu kepuasan yang utama. Oleh karena itu, perlu diterapkan rasa saling menghargai, loyal dan toleran antara satu dengan yang lain, sikap terbuka, dan keakraban antar karyawan.

Menurut Hasibuan (2003:203), kepuasan kerja dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain :
  1. Balas jasa yang adil dan layak;
  2. Penempatan yang tepat dan sesuai dengan keahlian;
  3. Suasana dan lingkungan pekerjaan;
  4. Berat ringannya pekerjaan;
  5. Peralatan yang menunjang;
  6. Sikap pimpinan dalam kepemimpinannya. 

Malayu S.P Hasibuan (2008 : 202), menyatakan bahwa ”Kepuasan kerja adalah Sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaanya. Sikap ini di cerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi kerja. ”
Berdasarkan definisi diatas, indikator  kepuasan kerja adalah :
  1. Menyenangi pekerjaannya
  2. Mencintai pekerjaannya
  3. Moral kerja
  4. Kedisiplinan
  5. Prestasi kerja.

Nelson and Quick   (2006) mengungkapkan bahwa kepuasan kerja dipengaruhi 5 dimensi  spesifik dari pekerjaan yaitu gaji, pekerjaan itu sendiri, kesempatan promosi, supervisi dan rekan kerja. 
  • Gaji : sejumlah upah yang diterima dan tingkat dimana hal ini bisa diangap sebagai hal yang pantas dibandingkan dengen orang lain di dalam organisasi. Karyawan memandang gaji sebagai refleksi dari bagaimana manajemen memandang kontribusi mereka terhadap perusahaan.  
  • Promosi merupakan factor yang berhubungan dengan ada atau tidaknya kesempatan memperoleh peningkatan karier selama bekwerja. Kesempatan inilah yang memiliki pengaruh yang berbeda pada kepuasan kerja. 
  • Supervisi merupakan kemampuan atasan untuk memberikan bantuan teknis dan dukungan prilaku kepada bawahan yang mengalami permasalahan dalam pekerjaan.
  • Rekan Kerja merupakan tungakat dimana rekan kerja yang pandai dan mendukung secara social merupakan factor yang berhubungan dengan hubungan antara pegawai dan atsannya dan dengan pegawai lainnya baik yang sama maupun yang berbeda jenis pekerjaan.  

Indikator Pengukuran Kepuasan Kerja
Penelitian dari Spector (Yuwono, 2005, p. 69) mendefinisikan kepuasan sebagai cluster perasaan evaliatif tentang pekerjaan dan ia dapat mengidentifikasikan indikator kepuasan kerja dari sembilan aspek yaitu :
  1. Upah : jumlah dan rasa keadilannya
  2. Promosi : peluang dan rasa keadilan untuk mendapatkan promosi
  3. Supervisi : keadilan dan kompetensi penugasan menajerial oleh penyelia
  4. Benefit: asuransi, liburan dan bentuk fasilitas yang lain
  5. Contingent rewards : rasa hormat, diakui dan diberikan apresiasi
  6. Operating procedures : kebijakan, prosedur dan aturan
  7. Coworkers : rekan kerja yang menyenangkan dan kompeten
  8. Nature of work : tugas itu sendiri dapat dinikmati atau tidak
  9. Communication : berbagai informasi didalam organisasi (vebal maupun nonverbal)

Mengukur Kepuasan Kerja Karyawan
Karyawan memerlukan interaksi dengan teman kerjanya dan atasan, mengikuti aturan dan kebijakan perusahaan, mencapai standar kinerja, hidup dengan kondisi kerja yang sering tidak ideal. Hal ini berarti bahwa penilaian karyawan tentang kepuasan dan ketidak puasan terhadap pekerjaannya merupakan sejumlah ciri – ciri elemen pekerjaan yang kompleks. 

Menurut Wibowo (2007 : 309), menyatakan bahwa :
Terdapat dua macam pendekatan yang secara luas dipergunakan untuk melakukan pengukuran kepuasan kerja, yaitu :
  1. Single global rating, yaitu tidak lain dengan minta individu merespon atas satu pertanyaan seperti dengan memepertimbangkan semua hal, seberapa puas anda dengan pekerjaan anda? Responden menjawab antara ’’Higly statisfied’’ dan ’’ higly Dissatisfied”
  2. Summation score, yaitu mengidentifikasikan elemen kunci dalam pekerjaan dan menanyakan perasaan pekerja tentang masing – masing elemen. Faktor spesifik yang diperhitungkan adalah sifat pekerjaan, supervisi, upah sekarang, kesempatan promosi, dan hubungan dengan teman sekerja. Faktor ini diperingkat pada skala yang distandarkan dan ditambahkan untuk menciptakan job statisfication score secara menyeluruh

Greebberg dan Baron yang dikutip oleh Wibowo ( 2007 : 310 ), menyatakan bahwa : Ada tiga cara untuk mengukur Kepuasan Kerja, yaitu :
  1. Rating scales dan kuesioner: merupakan pendekatan pengukuran kepuasan kerja yang paling umum  dipakai dengan menggunakan kuesioner dimana rating scales secara khusu disiapkan. Dengan menggunakan metode ini, orang menjawab pertanyaan yang memungkinkan mereka melaporkan reaksi mereka pada pekerjaan.
  2. Critical incident: disini individu menjelaskan kejadian yang menghubungkan pekerjaan yang mereka rasakan terutama memuaskan atau tidak memuaskan. Jawaban mereka dipelajari untuk mengungkap tema yang mendasari. Sebagai contoh misalnya apabila banyak pekerja menyebutkan situasi di pekerjaan dimana mereka diperlakukan kasar oleh supervisor atau apabila pekerja memuji supervisor atas sensitivitas yang ditunjukkan pada masa yang sulit, gaya pengawasan memainkan peranan penting dalam kepuasan kerja mereka.
  3. Interviews: merupakan prosedur pengukuran kepuasan kerja dengan melakukan wawancara dengan pekerja. Dengan menanyakan secara langsung tetntang sikap mereka, sering mungkin mengembangkan lebih mendalam dengan menggunakan kuesioner yang sangat terstruktur. Dengan mengajukan pertanyaan secara berhati – hati kepada pekerja dan mencatat jawabannya secara sintematis, hubungan pekerjaan dengan sikap dapat dipelajari

Dissatisfier adalah faktor-faktor yang menjadi sumber ketidakpuasan yang terdiri dari gaji/upah, pengawasan, hubungan antar pribadi, kondisi kerja dan status. Jika tidak terpenuhi, maka karyawan tidak akan puas.

Dasar Perundang-Undangan 
Pemerintah mengatur batasan minimal kompensasi untuk pekerja melalui:
  • UU No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dimana tertuang hak dan kewajiban pekerja, pengusaha dan pemerintah dalam hubungan industrial ketenagakerjaan
  • Penetapan Upah minimum Regional dan Upah Minimum Kota/Kabupaten sebagai standar pengupahan yang disesuaikan dengan standar hidup layak pada masing-masing regional/daerah.

Hal ini dimaksudkan agar terjadi keharmonisan hubungan tripartit antara Kepentingan Pengusaha, Kepentingan Pegawai/Karyawan dan Kepentingan Pemerintah (Departemen Tenaga Kerja).

Permasalahan
Bahwa konsep dasar hubungan  kepuasan kerja adalah mempertemukan harapan-harapan pihak-pihak yang berkepentingan sehingga harapan para pihak dapat direalisasikan sehingga para pihak merasa puas.
Bagaimana memanajemeni kepuasan kerja dalam tantangan dinamika kompetisi persaingan usaha era digital saat ini?

Pembahasan
Manajemen Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja berhubungan dengan sikap dari karyawan terhadap pekerjaan itu sendiri, situasi kerja, kerjasama antara pimpinan dan sesama pimpinan dan sesama karyawan. Locke dan Luthans berpendapat bahwa kepuasan kerja adalah perasaan pekerja atau karyawan yang berhubungan dengan pekerjaannya, yaitu merasa senang atau tidak senang, sebagai hasil penilaian individu yang bersangkutan terhadap pekerjaannya.
Herzberg di dalam teorinya Two Factors Theory mengatakan bahwa kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja merupakan dua hal yang berbeda serta kepuasan dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan itu tidak merupakan suatu variabel yang kontinyu. Berdasarkan penelitian yang ia lakukan, Herzberg membagi situasi yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap pekerjaannya menjadi dua kelompok yaitu kelompok satisfiers dan kelompok dissatisfiers. Kelompok satisfiers atau motivator adalah faktor-faktor atau situasi yang dibuktikannya sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri dari achievement, recognition, work it self, responsibility and advancement.
Herzberg mengatakan bahwa hadirnya faktor ini dapat menimbulkan kepuasan, tetapi tidak hadirnya faktor ini tidaklah selalu mengakibatkan ketidakpuasan. Sedangkan kelompok dissatisfiers ialah faktor-faktor yang terbukti menjadi sumber ketidakpuasan yang terdiri dari company policy and administration, supervision technical, salary, interpersonal relations, working conditions, job security dan status. Perbaikan terhadap kondisi atau situasi ini akan mengurangi atau menghilangkan ketidakpuasan, tetapi tidak akan menimbulkan kepuasan karena ia bukan sumber kepuasan kerja. 

Manajemen SDM
Manajemen SDM memiliki hubungan erat terhadap kepuasan kerja, karena sebagai garda terdepan dalam memanajemeni SDM dimulai dari paling awal yaitu proses rekrutmen, pelatihan dan kompensasi karyawan.

Recruitment & Selection
Merupakan gerbang awal atau bagian hulu manajemen SDM yang berperanan penting karena memiliki nilai strategis yaitu merekrut dan menyeleksi “The Right Person for The Right Position”. Maksudnya adalah bahwa dengan merekrut dan menyeleksi kandidat secara benar dengan kompetensi hard skill (kemampuan teknis) dan soft skill (kemampuan non teknis) sesuai standar spesifikasi yang dibutuhkan jabatan tersebut, maka diharapkan mendapatkan karyawan yang tepat untuk posisi yang tepat.

Training & Development
Training dan pengembangan juga menjadi penting karena karyawan diberikan training dan pembekalan baik kemampuan teknis (hardskill) untuk lebih menguasai bidang pekerjaannya tetapi juga kemampuan non teknis (softskill) yang membekali para karyawan dengan kompetensi dan nilai-nilai positif dari budaya perusahaan/organisasi sehingga diharapkan karyawan dalam kondisi siap dan mendukung dinamika dan perubahan kebijakan organisasi.

Compensation & Benefit
Pada bagian ini diwujudkan standar dan kebijakan pemberian hak kompensasi kepada karyawan sesuai dengan pelaksanaan standar peraturan ketenagakerjaan dan kebijakan sesuai dengan kemampuan perusahaan.

Budaya Organisasi
Budaya organisasi menyediakan suasana kerja yang positif dan kondusif sehingga memberikan rasa aman dan nyaman dalam bekerja. Hal tersebut dapat menjadikan motivasi positif dengan harapan didapat peningkatan produktivitas dan kualitas kerja para karyawan.

Manajemen Perencanaan Strategik
Pada bagian ini, secara positif bahwa sosialisasi perencanaan strategik perusahaan kepada seluruh karyawan menjadikan hal yang sangat penting. Bukan hanya agar semua karyawan mengetahui dan mendukung/berkontribusi, tetapi juga dengan melihat rencana/target perusahaan di masa depan akan menimbulkan efek motivasi dan semangat pada karyawan karena mereka akan merasa menjadi bagian dari pelaksanaan dan perwujudan realisasi perencanaan strategik tersebut.
Demikian juga pelaksanaan penilaian kinerja (Performance Appraisal) dimaksudkan agar terjadi hasil penilaian yang obyektif dan adil sesuai dengan kontribusi dan hasil yang dicapai masing-masing karyawan sehingga diharapkan memotivasi secara positif semua karyawan.

Quality Management System
Penerapan Sistim Manajemen Kualitas baik QMS ISO 9001, ISO 14001 dan OHSAS 18001 dengan aktivitas utama pada implementasi “Continuous Improvement” akan mendorong inovasi dan perbaikan positif yang berkesinambungan sehingga terwujud kemajuan organisasi dan perusahaan yang senantiasa mempraktekkan manajemen yang baik dan benar (Good Corporate Governance).

Pelaksanaan Survey Kepuasan Kerja
Perusahaan dalam melaksanakan program kebijakan dan manajemennya perlu mengukur hasil dan masukan terhadap pelaksanaannya di lapangan. Salah satu cara mendapatkan masukan dan pengukuran hasil kepuasan kerja adalah melalui suatu survey kepuasan kerja yang minimal dilakukan satu tahun sekali dengan mengedarkan angket survey kepada semua karyawan ataupun sample karyawan yang secara valid mewakili populasi karyawan.
Kepuasan kerja adalah fenomena yang  subjektif dan individual, mungkin kuesioner merupakan ukuran yang paling sesuai. Meskipun demikian penting sekali menyadari adanya keterbatasan tertentu dari cara ini dalam mendapatkan data tentang kepuasan kerja. Sejumlah masalah yang timbul oleh pengukuran melalui kuesioner tersebut berkaitan dengan ketepatan tanggapan. Walaupun karyawan tidak memberikan jawaban yang menyesatkan secara sengaja, sejumlah variabel situasional dapat mempengaruhi, baik sejauh mana karyawan mau memahami pertanyaan tersebut maupun sejauh mana karyawan mau benar – benar berterus terang dalam menjawab
Hasil dan masukan dari survey kepuasan kerja secara sistim manajemen kualitas dibutuhkan sebagai input pada tindakan perbaikan dan pencegahan serta peningkatan/pengembangan (improvement) program, kebijakan dan sistim manajemen kualitas tersebut.

Kesimpulan
Keberhasilan manajemen kepuasan kerja bersifat jangka panjang dengan harapan-harapan positif organisasi/perusahaan sebagai berikut:
  1. Mendukung pencapaian tujuan-tujuan organisasi
  2. Sesuai dengan dan mendukung strategi dan struktur organisasi.
  3. Menarik dan dapat mempertahankan individu yang berkompeten sesuai dengan standar keahlian yang ditetapkan (menurunkan turn over).
  4. Menetapkan spektrum yang lebih luas atas perilaku tugas (task behavior) yang diinginkan dari seluruh anggota organisasi (implementasi budaya perusahaan).
  5. Merefleksikan ekuitas (persamaan-keadilan) dalam penilaian kinerja dan pemberian penghargaan bagi seluruh anggota organisasi.
  6. Wujud ketaatan dan pelaksanaan hukum atau perundang-undangan yang berlaku dalam suatu wilayah yuridisdiksi tertentu dimana organisasi/perusahaan berada.
  7. Mencapai hal tersebut di atas dengan biaya yang proposional sesuai dengan kondisi keuangan internal penggunaan biaya yang paling efektif.

Daftar Pustaka
  • Davis, Keith dan Newstrom. J. W. 1996. Perilaku dalam Organisasi Jilid 2 (Terjemahan). Erlangga. Jakarta. 
  • Handoko, T. Hani. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. BPFE. Yogyakarta. 
  • Hasibuan, Malayu, S.P 2003. MSDM. Bumi Aksara. Jakara.
  • Kreitner, Robert & Kinchi, Anggelo. 2005. Perilaku Organisasi. Salemba4. Jakarta.
  • Luthans, Fred. 2006. Perilaku Organisasi. Penerbit Andi. Yogyakarta.
  • Rivai, Veithzal. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
  • Robbis, Stephen. 2002. Prinsip-Prinsip Perilaku Organisasi. Erlangga. Jakarta.


No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.